Zaman Penjajahan Belanda
Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HAKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HAKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan Undang-Undang Merek tahun 1885, Undang-Undang Paten tahun 1910, dan Undang-Undang Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914.
Zaman Penjajahan Jepang
Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HAKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan Undang-Undang Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia.
Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda
Zaman Kemerdekaan
Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan Undang-Undang No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti Undang-Undang Merek Kolonial Belanda. Undang-Undang No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan Undang-Undang Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
Zaman Orde Baru
Tanggal 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan Undang-Undang No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan Undang-Undang Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan Undang-Undang Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HAKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HAKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HAKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HAKI dan sosialisasi sistem HAKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan Undang-Undang No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas Undang-Undang No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi Undang-Undang No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. Undang-Undang Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
Tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. Undang-Undang ini menggantikan Undang-Undang Merek tahun 1961.
Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HAKI, yaitu Undang-Undang Hak Cipta 1987 jo. Undang-Undang No. 6 tahun 1982, Undang-Undang Paten 1989 dan Undang-Undang Merek 1992.
Zaman Reformasi
Akhir tahun 2000, disahkan tiga Undang-Undang baru dibidang HAKI yaitu :
(1) Undang-Undang No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,
(2) Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan
(3) Undang-Undang No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang No 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua Undang-Undang ini menggantikan Undang-Undang yang lama di bidang terkait.
Pada pertengahan tahun 2002, disahkan Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan Undang-Undang yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
Pada tahun 2000 pula disahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.
PERKARA H.A.K.I
Senin, 16 Mei 2011
Hak Atas Kekayaan Intelektual
Kekayaan Intelektual atau Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya.
Istilah atau terminologi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya.
Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya.
Istilah HAKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia.
Objek yang diatur dalam HAKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Sistem HAKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HAKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HAKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.
Disamping itu sistem HAKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi
Di Indonesia telah diatur permasalahan Hak Atas Kekayaan Intelektual ini beberapa bagian :
Istilah atau terminologi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya.
Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya.
Istilah HAKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia.
Objek yang diatur dalam HAKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Sistem HAKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HAKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HAKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.
Disamping itu sistem HAKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi
Di Indonesia telah diatur permasalahan Hak Atas Kekayaan Intelektual ini beberapa bagian :
Secara garis besar HKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Hak Cipta (Copyright)
2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), sebagai berikut :
a. Hak Paten (Patent)
b. Hak Disain Industri (Industrial Design)
c. Hak Merek (Trademark)
d. Hak Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition)
e. Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit)
f. Rahasia dagang (Trade secret)
g. Hak Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety Protection)
Langganan:
Postingan (Atom)